Kota Tua Punya Cerita (Edisi Museum Wayang)

 

Halo..halo..apa kabar ini? Semoga pada sehat ya..

Tumben-tumbenan Bekasi hujan deras, sudah beberapa Minggu ini panas terik. Matahari galak banget, suhu kemarin 34 derajat Celsius. Bersyukur hari ini hujan, jadi agak adem dikit!

Oke, back to Old Town eh Kota Tua. Sok-sokan Nginggris! Halah, malah senyum-senyum sendiri inget perjalanan Juanda - Bogor dengan teman-teman beberapa tahun lalu. Setiap berhenti di stasiun muncullah istilah aneh, yang membuat kami terpingkal-pingkal. Istilah yang sangat dipaksakan, seperti Ci now = Cikini, Gondangher = Gondangdia, Sunday market = pasar minggu, pleaseface = manggarai dan lain-lain. Aneh tapi nyata.

Wis, beneran kembali. Kali ini saya mau bercerita tentang museum Wayang. Sebagai pengagum kesenian tradisional Jawa itu, saya sangat suka berkunjung ke sini. Dalam berbagai kesempatan, kami berdua lebih sering berkunjung ke museum tempat wayang Werkudara (Bima dalam bahasa Jawa) terpajang besar. Bima adalah salah satu tokoh favoritku selain Kresna, makanya jagoan saya bernama Bimo. Saya terobsesi dengan karakternya yang setia, dan apa adanya. Tidak suka basa-basi, apalagi caper mengambil hati orang lain.

Ada apa dengan museum wayang? Berbeda dengan dua museum sebelumnya, bangunan yang digunakan untuk museum ini kurang menarik. Bentuknya biasa saja, tidak ada pilar gagah, atau pintu yang megah. Pertama datang, saya tidak percaya itu sebuah museum. Hanya seperti rumah biasa, tepatnya dua rumah yang berimpit. Satu pintu untuk masuk, pintu lain untuk keluar, jadi tidak tabrakan.  

Begitu masuk, ada penjaga dibalik meja tinggi, di belakangnya ada ruangan yang tertutup rapat tetapi ada suara. Ternyata itu tempat pertunjukkan wayang, yang digelar pada jam tertentu. Petugasnya bilang, siapa saja boleh melihat tanpa membeli tiket lagi. Asyik kan, hanya dengan tiket 5 ribu, bisa nonton wayang. Jadwal pertunjukkannya bisa dilihat di depan gedung. Di waktu tertentu, ada pertunjukkan dengan dalang kondang lho...

Setelah membeli tiket, kami masuk melewati beberapa panjangan di ruang resepsionis. Mulailah kami melihat berbagai jenis wayang, ada wayang golek dari Sunda, wayang Potehi dari China, wayang kulit (sudah umum ya), wayang rumput, wayang kardus. Ada juga juga boneka dari berbagai belahan dunia.  Di ujung lantai satu, ada ruang terbuka yang biasa dipakai untuk berfoto. di tempat itu terdapat prasasti berbahasa Belanda. Buat yang tidak tahu, itu seperti hiasan, padahal prasasti besar itu adalah pengingat nisan Jan Pieterszoon Coen, gubernur jendral Belanda waktu itu.

Selesai di lantai satu, kita naik lantai dua melalui tangga yang terbuat dari kayu jati. Lagi-lagi saya kagum dengan bangunan itu. Lantainya juga dari kayu jati, berwarna coklat licin. Di lantai dua, ada gamelan yang ditata siap dimainkan. Eits, kita gak boleh mainin ya... boleh dilihat, tidak boleh di pegang!

Dari ruangan itu, kami pindah ke ruangan sebelah. Masih ada gamelan juga, dan lebih lengkap. Terus turun, kali ini tidak pakai tangga, tetapi jalanan yang dibuat miring. Di bawah, ada conter penjualan souvenir, antara lain kaos, wayang, pensil dengan kepala berbentuk wayang. Di sebelah konter ada kamar kecil, siapa tahu ada yang ingin buang air. Jadi saya kasih tahu, biar gak bingung. Kalau sudah selesai semua, mari kita keluar.

Lapar? Jangan kuatir! Tinggal belok kiri, di ujung jalan ada berbagai macam makanan yang bisa kita nikmati. Tinggal pilih saja, mie pecel ada, bakso banyak, siomay juga ada. Dulu, pertama kali saya datang ke sini, pedagang makanan memenuhi pinggiran pelataran museum Wayang, sampai ke ujung jalan. Makanan favorit yang saya suka kalau berkunjung ke sini, adalah selendang mayang. Saya belum pernah menemukan makanan  tepatnya minuman seperti itu. Kapan-kapan saya akan menulis tentang selendang mayang. Tunggu ya!

Kalau sudah kenyang, bisa kembali ke pelataran tengah, ya! Bisa sekedar kongkow dengan keluarga tercinta, atau main sepeda ala noni-noni Belanda. Abang sepedanya menyiapkan topi lebarnya. Makin sore, kota tua makin ramai. Jadi jangan takut, meski museum sudah tutup, masih ada aktivitas yang bisa dilakukan sampai waktunya pulang. 

Oya, hampir lupa. Ini alamat museum wayang, ya!

Jl. Pintu Besar Utara No.27, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11110. 

Oke, sampai di sini kisah tentang museum wayang. Besok, saya masih akan bercerita tentang museum Bank Indonesia. See you..


Komentar

Posting Komentar