Kota Tua Punya Cerita (1)

Kota Tua, apa yang menarik dari sesuatu yang mempunyai label tua? 

Eh, jangan salah, banyak yang bisa kita peroleh dari berkunjung di Kota Tua. Biar tidak salah persepsi, tulisan saya kali ini fokus pada kawasan wisata Kota Tua di Jakarta. Next time, saya menulis tentang kota tua di Semarang, kebetulan kami juga pernah ke sana.

Oke, kita langsung meluncur! Bagi saya kota tua menarik karena bangunan tua peninggalan Belanda, yang masih berdiri gagah. Saya suka, meski bukan orang arsitektur, saya penyuka berat bangunan dengan banyak pintu banyak, dan besar. Umumnya bercat putih, memberi kesan adem, terang, dan elegan.

Bangunan tua di sana, banyak dimanfaatkan dengan museum dan kantor-kantor milik pemerintah. Setidaknya ada lima museum di kawasan yang dapat dikunjungi dengan menggunakan commuter line (KRL) turun di stasiun Kota, atau bus transjakarta turun di halte busway Jakarta Kota.

Perjalanan dari Bekasi, saya memilih naik KRL, cukup membayar 3.500 rupiah. Dari stasiun kota, saya dan jagoan saya (kami) keluar ke arah kanan. Maaf, sejak tinggal di Jakarta orientasi arah mata angin saya kacau hehehe... 

Begitu keluar stasiun, bangunan-bangunan itu langsung tertangkap sejauh mata memandang. Keren!

Kami menyusuri jalur kanan melewati gedung BNI, di depan bangunan berlantai lima tersebut ada shelter bus ke berbagai wilayah sekitar Jakarta. Sampai di belokan kami menyeberang, tepat di bagian samping museum Seni Rupa dan Keramik. Kalau mau masuk tinggal membeli tiket seharga 5 ribu untuk umum, dan 2 ribu untuk anak sekolah. Mumer kan???? 

Tenang, semua museum di kawasan ini, bertarif sama. Gak bakal membuat jebol kantong. 

Oya, biar tidak bingung saya jelaskan dulu posisi tiga museum utama di pusat kota tua (ini istilah saya ya). Ada empat bangunan besar yang mengelilingi lapangan berlantai, yang sangat luas. Dari arah kami datang, gedung paling kanan adalah museum Seni Rupa dan Keramik, sebelah kirinya ada museum Sejarah Indonesia, sebelah kanan ada kantor Pos (kalau gak salah ya..saya gagal cermat mengamati bangunan itu. Deretan itu tidak ada museum, jadi gak paham. Di situ ada minimarket, dan kafe. Tepat di depan museum Seni Rupa, ada museum wayang. Sebelah kanannya, berjajar bangunan tua yang beralih fungsi menjadi kafe-kafe.

Balik ke museum Seni Rupa dan Keramik ya..

Gedungnya jangan ditanya, megah, dengan pilar-pilar tinggi dan besar di bagian depan. Dipeluk dengan dua tangan gak cukup lho, seriusan besar!. Pintu masuknya lebar dan tinggi dari kayu jati yang tebal. Pokoke keren abis! Maaf, saya lebay. Habis bangunannya memang cantik.

Sesuai namanya, museum ini memamerkan hasil karya perupa dari dalam dan luar negeri. Ada banyak keramik cantik aneka bentuk seperti piring, dan tembikar, berbagai macam patung, dan lukisan para perupa Indonesia. Tanpa pendingin ruangan tetap adem.

Keluar dari situ kami pindah ke Museum Sejarah Indonesia (lebih di kenal dengan sebutan Museum Fatahillah), yang terletak agak depan sebelah kiri. 

Di dalam museum, banyak dipamerkan peninggalan sejarah bangsa Indonesia khususnya Jakarta. Ada beberapa prasasti yang ditemukan di sekitar Jakarta, seperti prasasti Tugu. Ruang pameran terdapat pada dua lantai, dengan tatanan yang lebih rapi. Terakhir kami ke sana Desember 2019, itu pun tidak pernah lama. Jagoan saya paling tidak betah. Hawanya agak beda. Di belakang gedung, ada ruang terbuka yang banyak digunakan untuk beristirahat, atau foto-foto. Ada juga penjara bawah tanah. Pintu keluar kami melewati kios penjualan suvenir resmi dari pengelola museum.

Beberapa meriam dipajang di depan dan belakang Museum. Obyek menarik, yang mengundang pengunjung untuk berselfie ria. 

Bersambung

Maaf, belum ada foto. Masih harus dicari di file lama.

Komentar